Jumat, 12 November 2010

Helikopter Serbu Bumblebee - 001 Rancangan PT DI

Helikopter serbu Bumblebee-001 dirancang PT. DI berdasarkan platform helikopter BO-105 Messershcmitt Bolkow Blohm (MBB). Helikopter BO-105 telah dihentikan produksinya, PT. DI menyerahkan produksi terakhir helikopter ke-122 ke TNI AD pada 19 Maret 2009. PT DI mendapatkan lisensi dari MBB pada 1976 hingga 2009.

Bumblebee-001 diawaki dua orang, kopilot/penembak dibagian depan sedangkan pilot dibagian belakang, dipersenjatai roket tanpa kendali FFAR 2,75 inch disimpan dalam 7 tabung peluncur, serta sepucuk senapan mesin kaliber 7,62 mm.

Dimensi Helikopter

* Panjang : 12,60 m

* Tinggi : 3,37 m

* Diameter rotor utama : 9,84 m

* Diameter rotor tail : 1,90 m

* Berat kosong : 1350 kg

INDRA , Radar Pertama Buatan Indonesia

Bandung - Ingin buktikan bahwa bangsa Indonesia tidak kalah dengan bangsa lainnya, Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPET LIPI) dan PT Solusi 247 divisi Radar and Communications System (RCS) membuat radar maritim.

"Kita ingin gugah semangat bangsa Indonesia dan tunjukkan bahwa Indonesia bisa membuat radar," ujar Kepala Bidang Telekomunikasi LIPI-PPET Dr Mashury usai Seminar Radar Nasional III 2009 di ruang Embassy, Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Kamis (30/4/2009) sore.

Sejak tahun 2006, PPET LIPI telah mengembangkan dua versi radar. Yakni radar pengawas pantai dan radar navigasi kapal. Dalam pengembangannya, radar maritim tersebut diberi nama sementara Indonesian Radar (Indra).

Untuk membedakannya, radar navigasi kapal yang dikembangkan oleh PT Solusi 247-RCS diberi nama Indra-1 dan radar pengawas pantai yang dikembangkan oleh PPET-LIPI diberi nama Indra-2.

"Kedua radar ini menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar jauh lebih kecil ketimbang radar-radar yang ada dipasaran," ujar pria berkacamata ini.

Pada 24 Oktober 2008, tambah Mashury, uji coba terhadap Indra-1 dilakukan di radar test site di Cilegon Timur.

"Indra-1 berhasil mendeteksi dan mengukur jarak sebuah kapal yang sedang berlayar dengan akurat. Kita bangga dengan hasil ini. Ini bukti kita bisa membuat radar yang dibangun dan berfungsi dengan baik," ungkapnya.

Setelah lolos sejumlah tahapan tes, dalam kesempatan yang sama nama Indra-1 diganti menjadi Indonesia Sea Radar (Isra). Sedangkan Indra-2 saat ini masih dalam tahapan uji coba.

"Hari ini kita juga sekaligus meresmikan nama Isra untuk mengantikan nama Indra-1. Sedangkan nama Indra-2 nantinya akan menjadi Indera saat prototipe tersebut sudah diuji coba," terangnya.

Isra saat ini dilengkapi dengan fitur-fitur tambahan hasil kreasi anak bangsa. Fitur tersebut antara lain peta vektor, data sistem informasi maritim AIS (automatic identification system), data GPS dan data kompas yang terintegrasi dengan display. Ukuran kedua radar juga jauh lebih kecil.

"Kedua radar ini juga menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW) sehingga konsumsi daya dan ukuran radar jauh lebih kecil ketimbang radar-radar yang ada dipasaran," ujar pria berkacamata ini.(ern/ern)

Indra, difungsikan sebagai radar maritim, menggunakan teknologi frequency-modulated continous wave (FMCW), dengan daya pancar yang sangat kecil, yakni 1 Watt.

Berikut Spesifikasi lengkapnya :

Applications

Ships radar
Marine radar
Naval navigation

Key Features

Very low transmit power (“silent radar”)
State-of-the-art antenna technology and signal processing
Superior target detection, discrimination and localization capabilities
Covert operations ready

Specifications

Transceiver
Transmit power : 1 Watt
Frequency : X-band
Range scales : 48, 24, 12, 6, 3, 1.5, 0.75 NM
Location : Upmast (integrated with antennas)
Weight : 22 kg (antenna unit + turning mechanism – TX-RX unit)
Dimensions : 35 (w) x 45 (l) x 25 (h) cm (turning mechanism – TX-RX unit)

Antennas
Configuration : Separate TR-RX antennas
Type : Patch arrays
Beamwidth : Horizontal: 2°, Vertical: 20°
Rotation speed : Variable (max. 48 rpm)
Weight : 22 kg (antenna unit + turning mechanism – TX-RX unit)
Length : 1.2 m (4 feet)
Wind load : Relative wind 100 kt for 24 rpm and 70 kt for 48 rpm
Temperature : -25° C to +70° C

Radar Processor Unit
System : PC-based
Location : Downmast
Video output : VGA, adaptable to ARPA systems
Weight : 8 kg
Dimensions : 25 (w) x 30 (l) x 20 (h) cm
Temperature : -15° C to +55° C

Software
OS : Linux
Control : MATA (MAritime Tracking Aid)
User interface : Output: audio-visual, selectable menus and windows; Input: keypad with tracker ball

Power supply
Input : 110 / 220 V ac from vessel’s mains
Output : 12 V dc
Optional Uninterrupted Power Supply (UPS) unit available

Display unit
Resolution : Color VGA, 640 x 480 pixels

Control unit
Input control : Keypad with tracker ball
Temperature : -15° C to +55° C

Casing
All parts are protected by rust- and waterproof casing

Dalam sambutannya, perwakilan dari pihak Solusi 247 sedikit bercerita tentang perjalanan panjang Indra hingga tiba saatnya inaugurasi ini. Diawali dari tahun 2006, dimana Solusi 247 — perusahaan IT yang finansialnya tidak mau menggantungkan diri kepada bank, mendapat tawaran untuk merancang dan memproduksi radar, dimana piranti ini bukan merupakan produk industri yang banyak dikembangkan di Indonesia. Namun, dengan melihat pihak-pihak yang ikut turun tangan dalam proyek ini, yaitu IRCTR TU-Delft Belanda, ITB, UI, LIPI, akhirnya Solusi 247 menerima tawaran yang diajukan.

Prof. Leo Litghart, perwakilan dari IRCTR, turut menyampaikan dalam sambutannya, bahwa ia sangat senang dan bangga bisa turut serta dalam proyek Indra ini.

Melalui Indra, kita bisa membuktikan bahwa Indonesia telah memantapkan langkahnya untuk menjadi bangsa yang mandiri di bidang Hankam, dimana saat ini hampir 100% radar yang dioperasikan di Indonesia, baik radar pertahanan maupun radar sipil, merupakan produk luar negeri.

Senin, 08 November 2010

TNI-AU Perlu 10 Skuadron Tempur (160 Pesawat Tempur)


10 skuadr

on tempur akan terdiri dari 1 skuadron LIFT, 1 skuadron COIN, dan 8 skuadron campuran dari pesawat tempur ringan, sedang, dan berat (photo : toye)

TNI-AU Perlu 10 Skuadron

Sangata (ANTARA News)- TNI AU membutuhkan 10 skuadron atau 160 pesawat hingga 2024 untuk memperkuat pertahanan negara. "Sesuai dengan strategi TNI-AU kedepan sampai 2024 kita membutuhkan 10 Skuadron atau 160 buah pesawat tempur," kata Kepala Staf TNI-AU Marsekal Imam Syufaat, di Sangata, Rabu.

Menurut KASAU Imam Syufaat, mulai tahun 2011 TNI-AU akan mendatangkan pesawat intai tanpa awak sebanyak 4 unit dan juga pesawat tempur Sukhoi. Pengadaan itu masih diproses di Departemen Pertahanan.

"Pesawat jenis F.16 dan Sukhoi dibutuhkan untuk mendukung diplomasi kita," kata KASAU Marsekal Imam Syufaat menjawab pertanyaan wartawan usai menyaksikan kegiatan puncak kegiatan TNI-AU yang dilaksanakan di Sangata.

"Untuk menghadapi kondisi dan geografis yang butuhkan adalah jenis pesawat berbadan besar seperti Hercules dan tentunya kita masih membutuhkan pesawat seperti Sukhoi," katanya.

Ia menambahkan bahwa standar Alutsista TNI-AU memiliki peralatan yang sedang menuju ke 60 persen. "Karena anggaran kita sejak tahun 2008 kecil sekali sehingga pesawat kita sangat minim.Tahun 2010 ini lumayan besar," kata KASAU.

(Antara)